Senin, 27 Juni 2011

Stigma

Sembilan belas tahun saya menjalani kehidupan, sembilan belas tahun melihat begitu banyak manusia, dan akhirnya saya melihat beberapa hal yang menarik dari sifat manusia.

Sifat, adalah sesuatu yang melekat, yang apabila terus menerus dilakukan akan menjadi sebuah kebiasaan dan karakter. Hal ini toh hanya akan mengatakan, sifat adalah sesuatu yang dapat dirubah.

Salah satu yang menarik dari sifat manusia adalah, hal yang baik akan kita kenang, tetapi hal yang buruk, akan melekat menjadi sebuah “stigma” yang membunuh kita perlahan. Membunuh, stigma menjadi sebuah tekanan yang mematikan bagi beberapa manusia. Beberapa melihat stigma sebagai sesuatu yang menjijikan, dan tidak pantas untuk dimiliki.

Bentuk dari stigma dapat bermacam-macam, salah satunya adalah penyakit. Penyakit yang satu ini menarik, baru timbul pada awal tahun 80-an, kita kenal dia dengan HIV/AIDS.

Penyakit yang satu ini, dianggap penyakit menyeramkan, karena tidak dapat disembuhkan, tetapi hal lain yang membuat penyakit ini menjadi suatu stigma, adalah karena transimisinya lewat hubungan sexs yang tidak aman, jarum suntik dan darah, serta plasenta. Permasalahannya adalah, hubungan sexs yang tidak aman terjadi paling sering pada pekerja seks komersial dan pria pria haus nafsu akan wanita, jarum suntik pada pengguna narkoba, dan plasenta pada ibu yang memiiki aids dan mengenai anaknya.

Penularannya terlihat seolah mudah, toh, penelitian jelas mengatakan hanya empat jalur ini saja yang dapat menularkan, tetapi masyarakat, hampir seluruhnya melihat sebagai penyakit yang mudah ditularkan, mengapa kanker ditakuti tetapi orang yang memiliki hal ini, masyarakat sekitar masih memberikan simpati dan dorongan? Sedangkan orang dengan HIV/AIDS? Simpati? Jangankan simpati, orang melihat mereka yang memiliki HIV/AIDS sebagai sesuatu yang menjijikan dan berbahaya? Dorongan? Simpati saja tidak ada, bagaimana untuk memberikan sebuah dorongan?

Hal baiknya adalah, itu tidak terjadi pada seluruh manusia, kita diberikan hati nurani, sebuah rasa empati dan kemampuan untuk boleh melihat dari sudut yang pandang yang berbeda.

Liburan kali ini ku isi dengan sebuah kegiatan untuk melihat dari sisi lain tersebut, melihat dari sisi seseorang dengan HIV/AIDS menghadapi kenyataan bahwa mereka ditekan dengan hal yang mereka punya, bagaimana mereka menghadapi hal tersebut, dan bagaimana melihat sisi lain orang-orang yang membagikan waktu, tenaga untuk memberikan dorongan, simpati, pengobatan.

And I have seen it in my first week, at Yayasan Pelita Ilmu. Still another three weeks in here, and will be a great experience

Tidak ada komentar: